KONTRAK
Apa tujuan pelelangan ?
Lelang
adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai
harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.
Mengapa dalam
kesepakatan 2 pihak dalam pekerjaan konstruksi diperlukan kontrak ?
Karena kontrak
merupakan dokumen yang penting dalam proyek. Segala hal terkait hak dan
kewajiban antar pihak serta alokasi risiko diatur dalam kontrak. Pemahaman
kontrak mutlak diperlukan oleh Tim proyek dalam menjalankan proyek agar
semua masalah dan risiko yang terkandung di dalamnya dapat diatasi dan sesuai
dengan kemampuan masing-masing pihak untuk mengatasinya. Kerugian proyek
terbesar disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola kontrak konstruksi. Sayang
kesadaran tentang pemahaman kontrak belum tinggi. Saya berusaha berbagi ilmu
yang saya dapat ketika penelitian mengenai kontrak. Ini adalah tulisan pertama
sebagai pendahuluan. Isinya banyak teori. Yah, begitulah kontrak. Kerjaan
kertas, kurang diperhatikan manajemen, dan kurang dipahami pelaku. Begitu
risiko kontrak terjadi, baru sadar. Mudah2an tidak panas2 soto ayam..:-)
Definisi
Kontrak
Definisi
kontrak adalah:
- PMBOK : Dokumen yang mengikat
pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak merupakan persetujuan yang
mengikat penjual dan penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan
mengikat pembeli untuk menyediakan uang atau pertimbangan lain yang
berharga.
- FIDIC Edisi 2006 : Kontrak
berarti Perjanjian Kontrak (Contract Agreement), Surat Penunjukan (Letter
of Acceptance), Surat Penawaran (Letter of Tender), Persyaratan
(Conditions), Spesifikasi (Spesifications), Gambar-gambar (Drawings),
Jadual/Daftar (Schedules), dan dokumen lain (bila ada) yang
tercantum dalam perjanjian kontrak atau dalam Surat Penunjukan.
- UU Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 1999 tentang jasa konstruksi dijelaskan bahwa kontrak kerja
konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
- Kontrak kerja konstruksi adalah
juga kontrak bisinis yang merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis
dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang terikat di dalamnya
terdapat tindakan-tindakan yang bermuatan bisnis. Sedangkan yang dimaksud
bisnis adalah tindakan yang mempunyai aspek komersial. Dengan demikian
kontrak kerja konstruksi yang juga merupakan kontrak bisnis adalah
perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial
(Hikmahanto Juwana, 2001).
Dokumen
kontrak yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah dokumen Syarat-syarat
Perjanjian (Condition of Contract) karena dalam dokumen inilah
dituangkan semua ketentuan yang merupakan aturan main yang disepakati oleh kedua
belah pihak yang membuat perjanjian.
Syarat,
Aspek, dan Asas Kontrak
Dalam
kontrak kerja konstruksi pada umumnya merupakan kontrak bersyarat yang
meliputi:
- Syarat validitas, merupakan syarat berlakunya
satu perikatan
- Syarat waktu, merupakan syarat yang
membatasi berlakunya kontrak tersebut. Hal ini berkaitan dengan sifat
proyek yang memiliki batasan waktu dalam pengerjaannya.
- Syarat Kelengkapan, merupakan syarat yang harus
dilengkapi oleh satu atau kedua pihak sebagai prasyarat berlakunya
perikatan bersyarat tersebut. Kelengkapan yang dimaksud dalam kontrak
kerja konstruksi, diantaranya kelengkapan desain, kelengkapan gambaran dan
kelengkapan jaminan.
Aspek-aspek
kontrak adalah teknik, keuangan dan perpajakan, serta aspek hukum. Aspek
teknik antara lain terdiri atas:
a.
Syarat-syarat umum kontrak (General Condition of Contract)
b. Lampiran-lampiran
(Appendix)
c. Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special
Condition of contract / Conditions of Contract – Particular)
d.
Spesifikasi Teknis (Technical Spesification)
e. Gambar-gambar
Kontrak (Contract Drawing)
Aspek
Keuangan / Perbankan
terdiri atas:
a.
Nilai kontrak (Contract Amount) / Harga Borongan
b.
Cara Pembayaran (Method of Payment)
c.
Jaminan (Guarantee / Bonds)
Aspek
yang terkait dengan Perpajakan adalah:
a.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b.
Pajak Penghasilan (PPh)
Aspek
Perasuransian, Sosial Ekonomi dan Administrasi antara lain:
a.
CAR dan TPL
b.
ASKES
c. Keharusan
penggunaan Tenaga kerja lokal, lokasi perolehan material dan dampak lingkungan.
d. Sisi administrasi antara lain
keterangan mengenai para pihak, laporan keuangan, surat-menyurat dan hubungan
kerja antara pihak.
Menurut
KUH Perdata, tiga asas hukum kontrak yang berlaku di Indonesia yaitu asas
kebebasan berkontrak, asas mengikat sebagai undang-undang dan asas
berkonsensualitas. Asas kebebasan berkontrak merupakan kebebasan membuat
kontrak sejauh tidak bertentangan hukum, ketertiban, dan kesusilaan. Meliputi
lima macam kebebasan, yaitu:
1.
Kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak
2.
Kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak
3.
Kebebasan para pihak menentukan bentuk kontrak
4.
Kebebasan para pihak menentukan isi kontrak
5.
Kebebasan para pihak menentukan cara penutupan kontrak
Asas mengikat sebagai undang-undang secara tersurat
tercantum di dalam pasal 1338 KUH Perdata. Pasal tersebut menyatakan bahwa
semua kontrak yang dibuat secara sah akan mengikat sebagai undang-undang bagi
para pihak di dalam kontrak tersebut. Asas konsensualitas yang tersirat dalam Pasal 1320 KUH
Perdata berarti sebuah kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak
di dalam kontrak sejak terjadi kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak
tersebut.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Pasal 2
yang menjelaskan asas-asas kontrak yang digunakan sebagai landasan dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi, yaitu :
1.
Adil, yaitu melindungi kepentingan
masing-masing pihak secara wajar dan tidak melindungi salah satu pihak secara
berlebihan sehingga merugikan pihak lain.
2.
Seimbang, yaitu pembagian risiko antara
pengguna jasa dan penyedia jasa harus seimbang.
3.
Setara, yaitu hak dan kewajiban pengguna
jasa dan penyedia jasa harus setara
Kontrak konstruksi, bagaimanapun bentuk dan jenisnya
haruslah mentaati peraturan yang ada. Artinya kontrak tidak boleh melanggar
prinsip-prinsip kontrak yang terdapat dalam peraturan atau perundang-undangan
di negara dimana proyek konstruksi dilaksanakan. Ilustrasi keberadaan kontrak
secara hukum ditunjukkan dalam gambar berikut:
Kontrak
konstruksi di negri ini, pada umumnya belum sesuai dengan peraturan yang ada.
Terutama untuk proyek swasta. Pihak swasta ingin memindahkan segala risiko ke
pihak kontraktor. Padahal, ini akan jadi bumerang bagi pihak swasta tersebut.
Bentuk
dan Jenis Kontrak
Banyaknya
jenis dan standar kontrak yang berkembang dalam industri konstruksi memberikan
beberapa alternatif pada pihak pemilik untuk memilih jenis dan standar kontrak
yang akan digunakan. Beberapa jenis dan standar kontrak yang berkembang
diantaranya adalah Federation Internationale des Ingenieurs Counseils
(FIDIC), Joint Contract Tribunal (JCT), Institution of Civil
Engineers (I.C.E), General Condition of Goverment Contract for Building
and Civil Engineering Works (GC/Works), dan lain-lain. Bentuk kontrak
konstruksi bermacam-macam dipandang dari aspek-aspek tertentu. Ada empat aspek
atau sisi pandang bentuk kontrak konstruksi, yaitu:
1. Aspek
Perhitungan Biaya
a. Fixed Lump Sum Price
b. Unit Price
2. Aspek
Perhitungan Jasa
a. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)
b. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)
c. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed
Fee)
3.
Aspek Cara Pembayaran
a. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)
b. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage
Payment)
c. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s
Full Pre-financed)
4. Aspek
Pembagian Tugas
a. Bentuk Kontrak Konvensional
b. Bentuk Kontrak Spesialis
c. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design
Construction/Built, Turn-key)
d. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement
dan Construction (EPC)
e. Bentuk Kontrak BOT/BLT
f. Bentuk Swakelola (Force Account)
Isi
Kontrak
Secara
substansial, kontrak konstruksi memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk
kontrak komersial lainnya, hal ini dikarenakan komoditas yang dihasilkan bukan
merupakan produk standar, namun berupa struktur yang memiliki sifat yang unik
dengan batasan mutu, waktu, dan biaya. Dalam kenyataannya, kontrak konstruksi
terdiri dari beberapa dokumen yang berbeda dalam tiap proyek. Namun secara umum
kontrak konstruksi terdiri dari:
1.
Agreement (Surat Perjanjian)
Menguraikan
pekerjaan yang akan dikerjakan, waktu penyelesaian yang diperlukan, nilai
kontrak, ketentuan mengenai pembayaran, dan daftar dokumen lain yang menyusun
kelengkapan kontrak..
2.
Condition of the Contract (Syarat-syarat Kontrak)
Terdiri
dari general conditions (syarat-syarat umum kontrak) yang berisi
ketentuan yang diberikan oleh pemilik kepada kontraktor sebelum tender dimulai
dan special condition (syarat-syarat khusus kontrak) yang berisi
ketentuan tambahan dalam kontrak yang sesuai dengan proyek.
3.
Contract Plan (Perencanaan Kontrak)
Berupa
gambar yang memperlihatkan lokasi, dimensi dan detil pekerjaan yang harus
dilaksanakan.
4.
Spesification (Spesifikasi)
Keterangan
tertulis yang memberikan informasi detil mengenai material, peralatan dan cara
pengerjaan yang tidak tercantum dalam gambar.
Dokumen
kontrak adalah kumpulan
dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak yang sekurang-kurangnya
berisi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 29/2000 Pasal 22,
yaitu:
a.
Surat Perjanjian
b.
Dokumen Tender
c.
Penawaran
d. Berita
Acara
e. Surat
Pernyataan Pengguna Jasa
f. Surat
Pernyataan Penyedia Jasa
Isi
Perjanjian/Kontrak harus memuat antara lain:
a.
Uraian para pihak
b. Konsiderasi
c.
Lingkup Pekerjaan
d.
Nilai Kontrak
e.
Bentuk Kontrak yang Dipakai
f.
Jangka Waktu Pelaksanaan
g.
Prioritas Dokumen
Prinsip
dari urutan kekuatan (prioritas untuk diikuti/dilaksanakan) adalah dokumen yang
terbit lebih akhir adalah yang lebih kuat/mengikat untuk dilaksanakan. Apabila
tidak ditentukan lain, sesuai dengan prinsip tersebut diatas, maka urutan/prioritas
pelaksanaan pekerjaan di Proyek adalah berdasarkan:
1.
Instruksi tertulis dari Konsultan MK (jika ada)
2.
Addendum Kontrak (jika ada)
3. Surat Perjanjian pemborongan (Article of
Agreement) dan syarat-syarat Perjanjian (Condition of Contract)
4.
Surat Perintah Kerja (Notice to Proceed), Surat Penunjukan (Letter of
Acceptance)
5.
Berita Acara Negosiasai
6.
Berta Acara Klarifikasi
7.
Berita Acara Aanwijzing
8.
Syarat-syarat Administrasi
9.
Spesifikasi/Syarat Teknis
10.
Gambar Rencana Detail
11.
Gambar Rencana
12.
Rincian Nilai Kontrak
Pasal-pasal
Penting Kontrak
Berdasarkan
pengalaman, terdapat pasal-pasal kontrak yang sering menimbulkan kesalahpahaman
(dispute) antara Pemilik proyek dan Kontraktor. Pasal-pasal ini perlu
mendapat perhatian pada saat penyusunan kontrak sebelum
ditandatangani.
Pasal-pasal penting dalam kontrak adalah sebagai berikut:
a.
Lingkup pekerjaan : berisi tentang uraian pekerjaan yang termasuk dalam
kontrak.
b. Jangka waktu pelaksanaan,
menjelaskan tentang total durasi pelaksanaan, Pentahapan (milestone)
bila ada, Hak memperoleh perpanjangan waktu, Ganti rugi keterlambatan.
c. Harga borongan,
menjelaskan nilai yang harus dibayarkan oleh pemilik proyek kepada
kontraktor untuk melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan, sifat kontrak lumpsum
fixed price atau unit price, biaya-biaya yang termasuk dalam harga
borongan.
d. Cara pembayaran,
berisi ketentuan tentang tahapan pembayaran, cara pengukuran prestasi, Jangka
waktu pembayaran, Jumlah pembayaran yang ditahan pada setiap tahap (retensi),
Konsekuensi apabila terjadi keterlambatan pembayaran (misalnya denda).
e. Pekerjaan tambah atau kurang,
berisi Definisi pekerjaan tambah/kurang, Dasar pelaksanaan pekerjaan
tambah/kurang (misal persetujuan yang diperlukan), dampak pekerjaan
tambah/kurang terhadap harga borongan, Dampak pekerjaan tambah/kurang terhadap
waktu pelaksanaan, Cara pembayaran pekerjaan tambah/kurang.
f. Pengakhiran perjanjian,
berisi ketentuan tentang hal-hal yang dapat mengakibatkan pengakhiran
perjanjian, Hak untuk mengakhiri perjanjian, Konsekuensi dari pengakhiran
perjanjian.
Apa saja yang merupakan
syahnya suatu kontrak ?
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4
(empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1. Adanya
Kata Sepakat Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap
segala hal yang terdapat di dalam perjanjian. Pada dasarnya kata sepakat adalah
pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian.
Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia
memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak
yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) anta pihak-pihak. Pernyataan
pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan pernyataan pihak yang
menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur yang sangat penting
untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata sepakat dapat
diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
a. Secara lisan
b. Tertulis
c. Dengan tanda
d. Dengan simbol
e. Dengan diam-diam
Berkaitan dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus
Badrulzaman mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut,
yaitu:
a. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa
kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya
dengan menuliskan surat.
b. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa
kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak
yang menerima tawaran.
c. Teori
Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa
pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah
diterima; dan
d. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa
kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima
oleh pihak yang menawarkan.
.
Suatu perjanjian dapat mengandung
cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada jika terjadi hal-hal yang
disebut di bawah ini:
a.
Paksaan (dwang)
Setiap tindakan
yang tidak adil atau ancaman yang menghalangi kebebasan kehendak para termasuk
dalam tindakan pemaksaan. Di dalam hal ini, setiap perbuatan atau ancaman
melanggar undang-undang jika perbuatan tersebut merupakan penyalahgunaan
kewenangan salah satu pihak dengan membuat suatu ancaman, yaitu setiap ancaman
yang bertujuan agar pada akhirnya pihak lain memberikan hak, kewenangan ataupun
hak istimewanya. Paksaan dapat berupa kejahatan atau ancaman kejahatan, hukuman
penjara atau ancaman hukuman penjara, penyitaan dan kepemilikan yang tidak sah,
atau ancaman penyitaan atau kepemilikan suatu benda atau tanah yang dilakukan
secara tidak sah, dan tindakan-tindakan lain yang melanggar undang-undang,
seperti tekanan ekonomi, penderitaan fisik dan mental, membuat seseorang dalam
keadaan takut, dan lain-lain.
Menurut Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi mental.
Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat penuntutan
terhadapnya. Akan tetapi jika ancaman kejahatan fisik tersebut merupakan suatu
tindakan yang diperbolehkan oleh hukum maka dalam hal ini ancaman tersebut
tidak diberi sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada paksaan sama sekali.
Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan oleh pemerasan atau keadaan di bawah
pengaruh terhadap seseorang yang mempunyai kelainan mental.
b. Penipuan (Bedrog)
Penipuan (fraud)
adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328 KUHPerdata dengan tegas
menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan pembatalan perjanjian. Dalam hal ada
penipuan, pihak yang ditipu, memang memberikan pernyataan yang sesuai dengan
kehendaknya, tetapi kehendaknya itu, karena adanya daya tipu, sengaja diarahkan
ke suatu yang bertentangan dengan kehendak yang sebenarnya, yang seandainya
tidak ada penipuan, merupakan tindakan yang benar. Dalam hal penipuan gambaran
yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Jadi, elemen penipuan tidak hanya pernyataan yang bohong, melainkan harus ada
serangkaian kebohongan (samenweefsel van verdichtselen), serangkaian cerita
yang tidak benar, dan setiap tindakan/sikap yang bersifat menipu. Dengan kata
lain, penipuan adalah tindakan yang bermaksud jahat yang dilakukan oleh satu
pihak sebelum perjanjian itu dibuat. Perjanjian tersebut mempunyai maksud untuk
menipu pihak lain dan membuat mereka menandatangani perjanjian itu. Pernyataan
yang salah itu sendiri bukan merupakan penipuan, tetapi hal ini harus disertai
dengan tindakan yang menipu. Tindakan penipuan tersebut harus dilakukan oleh
atau atas nama pihak dalam kontrak, seseorang yang melakukan tindakan tersebut
haruslah mempunyai maksud atau niat untuk menipu, dan tindakan itu harus
merupakan tindakan yang mempunyai maksud jahat – contohnya, merubah nomor seri
pada sebuah mesin (kelalaian untuk menginformasikan pelanggan atas adanya cacat
tersembunyi pada suatu benda bukan merupakan penipuan karena hal ini tidak
mempunyai maksud jahat dan hanya merupakan kelalaian belaka). Selain itu
tindakan tersebut haruslah berjalan secara alami bahwa pihak yang ditipu tidak
akan membuat perjanjian melainkan karena adanya unsur penipuan. Dari penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa penipuan terdiri dari 4 (empat) unsur yaitu:
(1) merupakan
tindakan yang bermaksud jahat, kecuali untuk kasus kelalaian dalam
menginformasikan cacat tersembunyi pada suatu benda;
(2) sebelum perjanjian tersebut dibuat;
(3) dengan niat atau maksud agar pihak lain menandatangani perjanjian;
(4) tindakan yang dilakukan semata-mata hanya dengan maksud jahat.
Kontrak yang
mempunyai unsur penipuan di dalamnya tidak membuat kontrak tersebut batal demi
hukum (null and void) melainkan kontrak tersebut hanya dapat dibatalkan
(voidable). Hal ini berarti selama pihak yang dirugikan tidak menuntut ke
pengadilan yang berwenang maka kontrak tersebut masih tetap sah.
c. Kesesatan atau
Kekeliruan (Dwaling)
Dalam hal ini,
salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi yang salah terhadap
objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2 (dua) macam kekeliruan,
yang pertama yaitu error in persona, yaitu kekeliruan pada orangnya, contohnya,
sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang terkenal tetapi kemudian
perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia
mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in substantia yaitu
kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu benda, contohnya seseorang
yang membeli lukisan Basuki Abdullah tetapi kemudian setelah sampai di rumah
orang itu baru sadar bahwa lukisan yang dibelinya tadi adalah lukisan tiruan
dari lukisan Basuki Abdullah.
Di dalam kasus yang lain, agar suatu perjanjian dapat dibatalkan, tahu kurang
lebih harus mengetahui bahwa rekannya telah membuat perjanjian atas dasar
kekeliruan dalam hal mengidentifikasi subjek atau orangnya.
d. Penyalahgunaan
Keadaan (misbruik van omstandigheiden)
Penyalahgunaan
Keadaan (Undue influence) merupakan suatu konsep yang berasal dari nilai-nilai
yang terdapat di pengadilan. Konsep ini sebagai landasan untuk mengatur
transaksi yang berat sebelah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak yang
dominan kepada pihak yang lemah. Penyalahgunaan Keadaan ada ketika pihak yang
melakukan suatu perbuatan atau membuat perjanjian dengan cara di bawah paksaan
atau pengaruh terror yang ekstrim atau ancaman, atau paksaan penahanan jangka
pendek. Ada pihak yang menyatakan bahwa Penyalahgunaan Keadaan adalah setiap
pemaksaan yang tidak patut atau salah, akal bulus, atau bujukan dalam keadaan
yang mendesak, di mana kehendak seseorang tersebut memiliki kewenangan yang
berlebihan, dan pihak lain dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang tak ingin
dilakukan, atau akan berbuat sesuatu jika setelahnya dia akan merasa bebas. Secara
umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu: Pertama di mana seseorang
menggunakan posisi psikologis dominannya yang digunakan secara tidak adil untuk
menekan pihak yang lemah supaya mereka menyetujui sebuah perjanjian di mana
sebenarnya mereka tidak ingin menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang
menggunakan wewenang kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak
adil untuk membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi. Menurut doktrin
dan yurisprudensi, ternyata perjanjian-perjanjian yang mengandung cacat seperti
itu tetap mengikat para pihak, hanya saja, pihak yang merasakan telah
memberikan pernyataan yang mengandung cacat tersebut dapat memintakan
pembatalan perjanjian. Sehubungan dengan ini, 1321 KUHPerdata menyatakan bahwa
jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan atau penipuan, maka
berarti di dalam perjanjian itu terdapat cacat pada kesepakatan antar para
pihak dan karenanya perjanjian itu dapat dibatalkan. Persyaratan adanya kata
sepakat dalam perjanjian tersebut di dalam sistem hukum Common Law dikenal
dengan istilah agreement atau assent. Section 23 American Restatement (second)
menyatakan bahwa hal yang penting dalam suatu transaksi adalah bahwa
masing-masing pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pernyataan pihak
lawannya.
2. Kecakapan untuk Membuat perikatan
Pasal 1329
KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian,
kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal
1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian, yakni:
a. Orang yang
belum dewasa (persons under 21 years of age)
b. Mereka yang
ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship); dan
c. Perempuan yang
sudah menikah
Berdasarkan pasal
330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia 21 tahun atau
kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian berdasarkan pasal 47 dan
Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa kedewasaan seseorang
ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia
berusia 18 tahun.
Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun
1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan
perbuatan hokum.
3. Suatu Hal
Tertentu
Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu
(een bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya
(determinable). Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan
jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian
haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa
yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya
(determinable).
Istilah barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai
zaak. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti sempit,
tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena
itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa
jasa. Secara umum, suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa,
benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat
ditentukan jenisnya (determinable). Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan
yang belum dilukis adalah sah. Akan tetapi, suatu kontrak dapat menjadi batal
ketika batas waktu suatu kontrak telah habis dan kontrak tersebut belum
terpenuhi. J. Satrio menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal
tertentu dalam perjanjian adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi
tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya
(determinable).
KUHPerdata menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan,
asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan. Sebagai contohnya perjanjian
untuk ‘panen tembakau dari suatu ladang dalam tahun berikutnya’ adalah sah. American
Restatement Contract (second) section 33 menyatakan bahwa pokok perjanjian
(term) menyatakan bahwa walaupun suatu pernyataan dimaksudkan untuk dianggap
sebagai penawaran, hal ini belum dapat diterima langsung menjadi perjanjian,
bila pokok perjanjian itu tidak tentu. Black Law Dictionary mendefinisikan term
sebagai persyartan, kewajiban, hak, harga, dan lain-lain yang ditetapkan dalam
perjanjian dan dokumen. American Restatement Contract (second) Section 33 Sub 2
menjelaskan bahwa bila pokok perjanjian itu mencakup dasar untuk menyatakan
adanya wan prestasi dan untuk memberikan ganti rugi yang layak.
4. Kausa Hukum yang
Halal
Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum yang
halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan
kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal.
Sebagai contohnya, perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan
yang illegal, maka kontrak ini tidak sah.
Menurut Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan
terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam
perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan
kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan
tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu
dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya.
Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai
dengan perkembangan jaman. Kausa hukum dalam perjanjian yang terlarang jika
bertentangan dengan ketertiban umum. J. Satrio memaknai ketertiban umum sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, keamanan negara,
keresahan dalam masyarakat dan juga keresahan dalam masalah ketatanegaraan. Di
dalam konteks Hukum Perdata internasional (HPI), ketertiban umum dap[at
dimaknai sebagai sendi-sendi atau asas-asas hukum suatu negara.
Kausa hukum yang halal di dalam sistem Common Law dikenal dengan istilah
legality yang dikaitkan dengan public policy. Suatu kontrak dapat menjadi tidak
(illegal) jika bertentangan dengan public policy. Walaupun, sampai sekarang
belum ada definisi public policy yang diterima secara luas, pengadilan
memutuskan bahwa suatu kontrak bertentangan dengan public policy jika berdampak
negatif pada masyarakat atau mengganggu keamanan dan kesejahteraan masyarakat
(public’s safety and welfare) Syarat sahnya kontrak di atas berkenaan baik
mengenai subjek maupun objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua
berkenaan dengan subjek perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut
adalah dapat dibatalkan (voidable). Sedangkan persyaratan ketiga dan keempat
berkenaan dengan objek perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut di
atas adalah batal demi hukum (null and void).
Dapat dibatalkan (voidable) berarti bahwa selama perjanjian tersebut belum
diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang maka perjanjian tersebut
masih tetap sah, sedangkan batal demi hukum (null and void) berarti bahwa
perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah, sehingga hukum menganggap
bahwa perjanjian tersebut tidak pernah ada sebelumnya.